Kaget Bunyi Keras Knalpot, Nyawa Melayang
Seorang nenek (50 tahun) meninggal saat sedang menyirami tumbuhan yang ia tanam di halaman rumahnya. Ia diduga meninggal mendadak setelah mendengar bunyi keras knalpot motor yang melintas di jalan di depan rumahnya. Seorang tetangga, mendapati korban sudah tergeletak di halaman. Ia keluar rumah karena juga terganggu dengan bunyi sepeda tersebut. Ia mencoba menyadarkan korban, namun usahanya tidak berhasil. Ia pun mencari bantuan dan membawa korban ke rumah sakit.
Setelah sampai di rumah sakit korban diarahkan ke ruang IGD untuk segera mendapat tindakan. Para tetangga yang mengantar korban tak bisa menyembunyikan mimik cemas. Mereka tahu riwayat penyakit jantung korban. Belum lama ini korban baru keluar dari rumah sakit.Kecemasan warga pecah menjadi tangis, ketika mendengar kabar korban meninggal dunia.
Lantas, apakah tindakan yang dilakukan oleh pemotor tersebut bisa dikategorikan sebagai tindakan pembunuhan? Dan, apakah ia harus bertanggung jawab atas kejadian yang menimpa sang nenek?
Berkaitan dengan kejadian tersebut, dalam kitab Raudhah at-thalibin wa umdatul muftiin dijelaskan:
أَحَدُهَا: أَنَّهُ إِذَا وَجَدَ الْقَصْدَانِ وَعَلِمْنَا حُصُولَ الْمَوْتِ بِفِعْلِهِ، فَهُوَ عَمْدٌ مَحْضٌ
وَالثَّانِي: إِنْ ضَرَبَهُ بِجَارِحٍ، فَالْحُكْمُ عَلَى مَا ذَكَرْنَا، وَإِنْ ضَرَبَهُ بِمُثْقِلٍ، اعْتُبِرَ مَعَ ذَلِكَ فِي كَوْنِهِ عَمْدًا أَنْ يَكُونَ مُهْلِكًا غَالِبًا، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ مُهْلِكًا غَالِبًا، فَهُوَ شِبْهُ عَمْدٍ إِلَى أَنْ قَالَ: بَلْ تَجِبُ الدِّيَةُ
Pertama: jika seseorang mempunyai dua tujuan (berniat membunuh atau tidak) dan kita mengetahui bahwa kematian itu terjadi akibat perbuatannya, maka itu dianggap pembunuhan yang – sepenuhnya – disengaja (‘amdun mahdlun).
Kedua: Jika dia memukulnya dengan benda tajam (yang bisa melukai pada umumnya), maka hukum yang berlaku sebagaimana yang telah kita sebutkan. Dan jika dia memukulnya dengan sesuatu yang tumpul, maka untuk dianggap sebagai tindakan yang disengaja (‘amdin) jika pukulan tersebut biasanya mematikan. Jika pukulan tersebut biasanya tidak mematikan, maka itu dianggap sebagai pembunuhan seperti disengaja (syibhu amdin).
Namun, ganti rugi (diyat) itu menjadi wajib baginya.
Menambahi keterangan tersebut, ada redaksi yang terdapat dalam kitab al-Mulakhkhas al-Fiqh:
وَيَجْرِي مَجْرَى الْخَطَأِ أَيْضًا الْقَتْلُ بِالتَّسَبُّبِ؛ كَمَا لَوْ حَفَرَ بِئْرًا أَوْ حُفْرَةً فِي طَرِيقٍ أَوْ قَفَّ سَيَّارَةً، فَتَـلَفَ بِسَبَبِ ذَلِكَ إِنْسَانٌ. وَيَجِبُ بِالْقَتْلِ الْخَطَأِ الكَفَّارَةُ فِيْ مَالِ الْقَاتِلِ
Juga termasuk dalam kategori kesalahan adalah pembunuhan yang disebabkan; seperti jika dia menggali sumur atau lubang di jalan, atau memarkir kendaraan, sehingga menyebabkan kerugian pada seseorang. Dan ganti rugi wajib dalam kasus pembunuhan yang dilakukan dengan cara kesalahan (khata’)”
Berdasarkan dari keterangan tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa tindakan yang dilakukan oleh pemotor termasuk dalam kategori pembunuhan. Namun, menimbang tidak diketahuinya tujuan pemotor tersebut dan pada umumnya bunyi keras knalpot tidak menimbulkan kematian, maka bisa dikategorikan sebagai pembunuhan seperti sengaja (syibhul amdi).
Atau, menimbang ketidak tahuan pemotor pada keberadaan korban saat berkendara, maka yang dilakukan pemotor bisa disebut pembunuhan karena kesalahan (qatlu al-khatha’). Terlepas apun jenis pembunuhannya, dari keterangan di atas, pemotor wajib membayar ganti rugi atas apa yang ditimbulkannya.
Berkendara bukan hanya soal menghemat waktu untuk sampai di tujuan. Berkendara juga soal menjaga keselamatan selama berkendara hingga sampai di tujuan. Keberadaan orang di sekitar juga harus diperhatikan. Jangan sampai hanya untuk mendapat perhatian saat berkendara, ada nyawa yang dikorbankan.