Kajian al-Muntakhobat: Rasulullah Saw Sebagai Panutan

Silahkan share

Majelis Kebersamaan dalam Pembahasan Ilmiah (MKPI) adalah organisasi yang didirikan untuk menaungi kegiatan musyawarah di Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah Surabaya. Baik musyawarah sughra di kelas, maupun musyawarah kubro yang diselenggarakan di area masjid Al Fithrah.

Salah satu agenda penting MKPI ini adalah kajian Kitab al-Muntakhobat fi Rabithah al-Qalbiyyah wa Silati al-Ruhiyah yang merupakan masterpiece dari Hadlratusy Syaikh Romo KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqy ra. Kajian yang tahun kemarin masih terselenggara secara online, Rabu malam ini dilaksanakan secara hybrid (online dan offline). Acara offline bertempat di Gedung PW lantai dua Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah. Sementara yang online dapat diikuti via zoom meeting dan siaran di channel YouTube alwava media.

Pembukaan acara

Dengan tetap menjaga tradisi lama yang baik, maka sebagaimana kegiatan-kegiatan di Al Fithrah pada umumnya, Kajian Al-Muntakhobat kali ini dimulai dengan pembacaan Tawasul, Istighosah dan Maulid fi Hubby. Sesi Pembukaan ini dipimpin oleh Ust. Ahmad Mahbub, M.Ag dan Ust. Nur Yasin, M.Pd.

Pandangan Umum sebelum memasuki acara inti disampaikan oleh Ust. Nasiruddin, M.Pd. Sebagai Kepala Bagian Pendidikan Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah, beliau berharap agar Kajian al-Muntakhobat ini dapat memotivasi para santri untuk kembali mengkaji kitab kuning (turats), terutama mempelajari kembali kitabnya Hadlratusy Syaikh Romo KH. Ahmad Asrori al-Ishaqy. Terlebih, bab yang dikaji malam itu adalah tentang “Rasulullah Saw Sebagai Panutan”. Harapan besarnya disampaikan beliau, dapat memupuk kecintaan kepada Rasulullah Saw.

Baca Juga  Idul Adha: Keutaman Bagi Yang Belum Bisa Berkurban

Dr. Kusroni, M.Th.I sebagai narasumber dalam kajian ini mengingatkan kita kembali bahwa adanya Kitab Al-Muntakhobat ini ditulis oleh Hadlratusy Syaikh dipersembahkan dan diprioritaskan kepada para santri, alumni Al Fithrah, dan juga Jama’ah Al Khidmah. Maka menjadi penting, bagi para santri di lingkungan Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah untuk mengkaji kitab ini. Pun juga, bagi para alumni dan juga Jama’ah Al Khidmah agar sepeninggal beliau, pemikiran-pemikiran beliau tetap lestari, selain amaliah tuntunan beliau yang selalu diistikomahkan.

Di awal sub judul, Hadlratusy Syaikh sudah memberikan judul berlapis kepada Rasulullah Saw, al-Qudwah al-Husna, al-Uswah al-Ulya, al-Wasithah al-Kubra. Ada dua kalimat yang memiliki arti sama, yakni al-Qudwah dan al-Uswah. Bedanya, menurut Dr. Kusroni adalah, bahwa al-Qudwah adalah tuntunan (role model) yang berlaku tatkala masa hidupnya, sedang al-Uswah berlaku selepas wafatnya. Pada diri Rasulullah Saw terkandung keduanya.

Perjalanan kepada Allah SWT, atau bahasa jelasnya, keberislaman seseorang tidak akan sempurna, kecuali ia mengikuti tuntunan, tatanan dan bimbingan seorang mursyid, dengan ia berbaiat (janji), talqin (menerima langsung) dan tahkim (mengakui).

لَا يَعْرِفُ الْوَلِي بِاللهِ تَعَالى حَقَّ مَعْرِفَتِهِ بِهِ إِلَّا بَعْدَ مَعْرِفَةِ نَبِيِّهِ وَ رَسُوْلِهِ وَ صَفِيِّهِ وَحَبِيْبِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ

Para wali mursyid tersebut, tidak akan mencapai makrifat kepada Allah SWT, kecuali setelah mereka bermakrifat kepada Rasulullah Saw. “Ibarat kata, Rasulullah Saw itu jalan dan para wali adalah pintunya” jelas pemateri.

Baca Juga  Launching Digitalisasi Elbayu

Bahkan lebih jelas lagi disampaikan:

فَهُوَ أَعْظَمُ سَبَبٍ فِي الْوُصُوْلِ إِلَى السَّعَادَةِ الْأَبْدِيَّةِ وَالْخَيْرَاتِ الدُّنْيَوِيَّةِ وَالْأُخْرَوِيَّةِ

Beliau Rasulullah Saw adalah sebab paling utama dalam mencapai kebahagiaan abadi dan kebaikan dunia akhirat.

Tak heran jika Kitab al-Muntakhobat ini dimulai dengan bahasan al-Nur al-Muhammady. Maka, sudah pantas bagi kita untuk senantiasa melanggengkan sholawat kepada Rasulullah Saw.

“Sholawat ini posisinya adalah setara dengan Mursyid dalam hal tarbiyah. Bahkan berlaku bagi orang yang punya ataupun tidak punya guru Mursyid,” terang pemateri ketika memberikan terjemah atas Kitab al-Muntakhobat. “Perbanyak baca Sholawat al-Husainiyah. Demikian kata guru-guru saya,” tegas beliau.

Sayangnya, ada sebagian orang yang masih keliru dalam memposisikan guru mursyidnya. Mereka mendudukkan gurunya di atas segalanya. Mereka meyakini bahwa manfaat dan madharat adalah berasal dari gurunya, seraya lalai akan ‘campur tangan’ Allah SWT.

Orang semacam ini telah salah dalam mengambil keputusan. Perlu diketahui bahwa seharusnya guru mursyid hanyalah sebagai wasilah atau wasithah (perantara), bukan maqshad (tujuan). Akibatnya, mereka akan meninggalkan gurunya ketika suatu saat sang guru gagal memenuhi kehendaknya.

Melalui zoom, Dr. KH. Muhammad Musyafa’ menambahkan agar tidak berhenti kepada mursyid. Jangan menjadi seperti yang telah terjadi kepada kaum Syiah yang terlalu mengkultuskan imam-imamnya. Keterangan tentang ketergantungan kepada mursyid ini semakin menarik dengan adanya tambahan komentar dari Ust. Tajul Muluk, M.Ag dari Jogja dan Ust. A. Miftachul Ulum, M.Ag dari Malang.

Maka menjadi penting untuk berpegang kepada para ulama yang pantas disebut pewaris para nabi. Pewaris dalam arti mewarisi ilmu dan amalnya. Yakni, ulama yang dengan ilmunya memunculkan ketakutan (khos.yah) dan pengagungan (‘udmah) kepada Allah SWT.

Baca Juga  Hari Santri: Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan

Hal ini mengutip QS. Fathir ayat 28. Mata rantai para wali yang bersumber dari para nabi ini akan terus berjalan hingga sampai hari akhir nanti. Hal ini diisyarahkan oleh Syaikh Abul Abas Al-Mursyi dalam menafsir QS. al-Baqarah ayat 106. Tidaklah Kami akan mencabut seorang wali, melainkan akan didatangkan yang lebih baik atau setara dengannya.

Dalam berbagai kesempatan, Hadlratusy Syaikh seringkali menampilkan ayat al-Qur’an dengan disertai penafsirannya. Begitu juga dengan haditsnya. Sehingga bukan tidak mungkin jika beliau pantas mendapatkan julukan sebagai Sufi Mufassir yang Muhaddits.

Terinspirasi dari beliau, sebagai doktor di bidang tafsir, sekaligus Kaprodi IAT di STAI Al Fithrah Surabaya, Dr. Kusroni berharap agar kajian tafsir sufistik dapat dikembangkan di lembaganya, “Saya pingin agar IAT di STAI Al Fithrah, kalau di list perguruan tinggi, menjadi rujukan dalam bidang tafsir sufistiknya” sambung beliau.

Majelis Kajian al-Muntakhobat ini ditutup dengan pembacaan Doa Fatihah. Semoga semakin menambah keberkahan ilmu yang telah didapatkan. Aamiiin.

Penulis : Muhammad Zakki