Kajian al-Muntakhabat: Akal, antara Materi dan Potensi (3)
Upgradeable dan Limitation Akal
Istilah upgradeable di sini ialah berasal dari kata bahasa Inggris berupa “upgrade” yang memiliki arti “meningkatkan” sedangkan upgradeable ialah berarti bisa untuk ditingkatkan. Adapun limitation memiliki makna keterbatasan. Pada bagian ini pemateri mencoba untuk mengeksplorasi adanya peningkatan potensi dan sekaligus keterbatasan akal melalui teks yang ada dalam kitab al-Muntakhabat.
Syaikh al-Harits al-Muhasibi menyebutkan bahwa akal pada awalnya ialah berada pada tingkatan al-gharizi namun hal ini bisa diupgrade atau ditingkatkan derajatnya mencapai akal iktisab atau kasbi dengan cara melakukan eksperimen, digunakan untuk berfikir, menganalisis dan instalasi ilmu pengetahuan. Ini merupakan penjelasan upgradeable akal itu sendiri.
Adapun limitation-nya atau kondisi di mana akal tidak dapat diupgrade ialah pada usia maksimal duapuluh delapan tahun. Ini berdasarkan riwayat Ibnu Abbas yang menyatakan, “Seorang anak ‘aqil baligh ialah pada usia tujuh tahun, dewasa berusaha empat belas tahun, bertambah tinggi hingga usia dua puluh tahun dan akalnya mencapai kesempurnaan ketika sudah berusia dua puluh delapan tahun. Setelah itu, akalnya tidak bertambah kecuali dengan banyak berlatih”. Artinya, seseorang akan mengalami “perkembangan akal” mulai dari usia tujuh tahun hingga maksimal duapuluh delapan tahun. Jika melewati usia maksimal itu ada kemungkinan ia tidak dapat meningkatkan pengetahuannya kecuali dengan bersungguh-sungguh dalam belajar.
Sebab itu, dengan adanya eksperimen dan upaya untuk upgrade ilmu pengetahuan itu akan membedakan antara orang yang pintar dan yang bodoh (ahmaq). Hal ini ditegaskan olehh Kyai Asrori dengan mengutip sebagian ulama’ ahli sastra bahwa orang yang berakal (pintar) ialah jika dia sedang dekat dengan seseorang, maka ia akan berusaha untuk mengerahkan segenap pertolongannya. Jika dia sedang dimusuhi, maka ia mampu menghindari kezalimannya dan berkat kepintarannya ini temannya akan bahagia dan orang yang memusuhi akan terlindungi dengan keadilan. Dari sini kemudian pemateri menyebutkan, “orang pintar itu, kepada kawannya bisa melindungi dan kepada lawannya ia bisa mengedukasi”.
Kesimpulan
Melalui penjelasan yang sudah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi akal pada manusia sangatlah penting, selain sebagai controlling agar manusia tidak terjerumus dalam kesesatan syahwat yang mengantarkannya pada kecintaan materi duniawi, akal juga dapat mengantarkan manusia untuk lebih dekat kepada Allah dengan cara terus meng-upgrade-nya sebagaimana disebutkan di atas. Semakin seseorang meningkatkan ilmu pengetahuannya maka agamanya akan semakin kuat, sebaliknya tanpa ilmu pengetahuan eksistensi keagamaannya akan hancur. Maka dari itu, tidak salah kiranya menyebutkan bahwa, “beragama harus dengan ilmu, bukan dengan hawa nafsu”. Ini kemudian yang pemateri sebut dengan “akal spiritualik dan akademik-analitik”.