3 Tingkatan Puasa dan Cara Menapakinya.
Pekan pertama Ramadhan 1444 H. sudah kita lalui bersama. Sejak alarm imsak berbunyi hingga adzan maghrib berkumandang, kita menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa setiap harinya. Tapi, apakah puasa yang telah kita jalankan selevel dengan puasanya para kekasih Allah SWT?
Tingkatan Puasa
Dalam kitab Asroru al-Shaum, Imam Abu Hamid al-Ghazali memaparkan tiga tingkatan puasa; puasa orang awam, puasa orang istimewa, dan puasanya orang teristemewa.
Puasa orang awam berupa menjaga keinginan perut dan farji sebagaimana yang tertuang dalam kitab-kitab fiqh.
Puasa orang istimewa berupa menjaga kelima indra dan anggota badan lainnya dari berbuat dosa.
Puasa orang teristimewa berupa menjaga hati dari tujuan yang rendah, memikirkan duniyawiyah dan dari selain Allah Swt secara totalitas.
Meningkatkan level puasa
Mengaca pada tujuh hari yang telah kita lalui barangkali kita masih di level puasa orang awam. Imam al-Ghazali dalam kitab yang sama memaparkan enam hal agar puasa kita bisa naik level.
Pertama, menjaga dan mencegah mata dari kebebasan melihat hal yang yang tercela dan dimakruhkan. Apalagi pada perkara yang berpotensi menyibukkan hati dari mengingat Allah SWT.
Kedua, menjaga lisan dari berbicara yang tidak bermanfaat, seperti berdusta, menggunjing, mengadu domba daln lainnya. Selanjutnya menyibukkan lisan dengan berzikir kepada Allah SWT dan membaca al-Qur’an.
Ketiga, menjaga pendengaran dari perhatian hal-hal yang dimakruhkan apalagi yang yang haram. Karena setiap perkara yang haram diucapkan, haram pula diperhatikan.
Keempat, menjaga anggota tubuh dari (berbuat) dosa. Berupa menjaga tangan dan kaki dari perkara yang makruh (dikerjakan) dan menjaga perut dari berbuka dengan perkara syubhat.
Kelima, tidak memperbanyak (mengonsumsi) makanan yang halal ketika berbuka, sehingga taka da ruang di perutnya. Sebab tidak ada bejana yang membuat Allah SWT murka, dari perut terlalu kenyang dengan makanan halal.
Keenam, etelah berbuka puasa, menyandarkan hati kepada Allah SWT. Memasrahkan puasa yang dilakukan antara berharap diterima dan takut ditolak oleh Allah SWT. Dan, hendaknya demikian setiap mengakhiri setiap ibadah.
Apakah dengan menjalankan enam hal di atas puasa kita otomatis naik level?
Mengikuti definisi puasa orang itimewa, harusnya begitu. Meskipun berat tentu layak kita coba. Untuk tingkatan puasa yang ketiga, tentu akan lebih berat lagi. Karena menurut Imam al-Ghazali, puasa tingkat ketiga ini adalah puasanya para Nabi, Shiddiqin dan a-Muqarrabin.
Waba’du; semoga puasa dan segala bentuk ibadah yang kita kerjakan selama bulan Ramadhan mendapat Ridha Allah SWT. Amin.
*Dirangkum dari kitab Asraru al-Shaum min Ihyai ‘Ulumi al-Dini, karya Imam Abu Hamid al-Ghazali, hlm. 27-40.