Mengakhirkan Salat Isya’ Saat Menghadiri Majlis

Lazim diketahui, salat lebih utama dikerjakan di awal waktu. Namun, bagiamana jika di awal waktu ada suatu hal yang menyebabkan seseorang tidak bisa mengerjakannya? Seperti mengikuti majlis dzikir yang biasanya dimulai setelah Maghrib yang otomatis menabrak waktu Isya’.

Dan, yang jadi soal lagi adalah kelelahan dan munculnya kantuk setelah mengikuti haul, bisa menjadi sebab seseorang alpa mengerjakan salat Isya’. Berdzikir, bershalawat dan amaliyah sejenisnya adalah anjuran, sementara salat hukumnya jelas wajib.

Waktu utama mengerjakan salat Isya’

Imam Syihabudin al-Qulyubi (Hasyiataa Qulyubi wa ‘Umairah, 1/132) menyebutkan dua pendapat mengenai waktu utama mengerjakan salat Isya’. Pertama salat Isya’ lebih utama dikerjakan di awal waktu. sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud ra,

سَأَلْتُ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: الصَّلَاةُ لِأَوَّلِ وَقْتِهَا

Aku bertanya pada Nabi Muhammad Saw., “apakah amal yang utama?” Beliau menjawab, “salat di awal waktunya.” (HR. Imam Daruqutni)

Hadits di atas menginformasikan secara umum, waktu paling utama mengerjakan salat adalah di awal waktu. Hal ini lazim dipraktikkan oleh umat islam. Praktiknya di beberapa tempat ibadah, sebagian muslim mengisi waktu setelah maghrib dengan amaliyah tertentu untuk menunggu masuknya waktu isya’. Kemudian mengerjakannya berjama’ah.

Pendapat kedua mengenai waktu utama mengerjakan salat isya’ adalah mengakhirkannya. Hal ini berdasar pada hadits yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah ra.,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَحِبُّ أَنْ يُؤَخِّرَ الْعِشَاءَ

Rasulullah Saw, menyukai mengakhirkan isya’ (HR. Imam Bukhari)

Selain hadits di atas, Imam al-Nawawi (al-Majmu’, 3/56-57) menuliskan cukup banyak hadits yang menginfomasikan Nabi Muhammad Saw. mengakhirkan salat Isya’nya. Untuk waktu tepatnya, ada sebagian yang berpendapat di pertengahan malam, dan sebagian lagi di sepertiga malam. Namun, ada catatan untuk waktu kedua ini,

فَإِنْ عَلِمَ مِنْ نَفْسِهِ أَنَّهُ إذَا أَخَّرَهَا لَا يَغْلِبُهُ نَوْمٌ وَلَا كَسَلٌ اُسْتُحِبَّ تَأْخِيرُهَا وَإِلَّا فَتَعْجِيلُهَا

Jika seseorang tahu diri, bahwa dengan mengakhirkan isya’, ia tidak akan tertidur atau malas – sehingga menyebabkan meninggalkannya – maka mengakhirkannya dianjurkan baginya. Jika tidak, maka menyegerakannya lebih dianjurkan.

Solusi

Sebagaimana yang dipraktikkan oleh santri ponpes Al Fithrah yang sering mengikuti majlis dzikir di malam hari. Mereka bersegera mengerjakan salat isya’ begitu sampai di lokasi pondok. Hal ini juga dilakukan oleh banyak jama’ah yang menghadiri majlis dzikir. Mereka menyempatkan diri mengerjakan isya’ sebelum beristirahat.

Penundaan salat isya’ yang demikian, tentu tidak bertentangan dengan apa yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw. Ditambah lagi, penyebab penundaannya adalah hadir dalam majlis, yang diisi dengan pembacaan Alqur’an, manaqib, dzikir dan maulid. Penundaan ini bukan karena sengaja menyepelekan karena panjangnya waktu isya’.

Wallahu a’lam.