Allah Ridha dengan Taubat Hamba-Nya
Jangan Menunda untuk Kembali
Sering kali kita merasa langkah kita sudah terlalu jauh, noda dosa terlalu menumpuk, hingga muncul bisikan putus asa: “Apakah mungkin Allah masih mau menerima taubatku? Bagaimana jika aku kembali jatuh dalam dosa setelah bertaubat? Apakah taubatku masih berarti?” Pertanyaan-pertanyaan semacam itu kerap membuat kita menunda untuk kembali kepada Allah, bahkan ada yang akhirnya larut dalam keputusasaan.
Padahal, dalam kondisi hati yang gundah itu, sebaiknya kita kembali merenungi sabda Nabi Saw. yang diriwayatkan Imam Muslim no. 2675. Rasulullah Saw. bersabda:
لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ أَحَدِكُمْ، مِنْ أَحَدِكُمْ بِضَالَّتِهِ، إِذَا وَجَدَهَا
“Sungguh, Allah lebih gembira dengan taubat salah seorang di antara kalian, daripada kegembiraan seseorang yang menemukan kembali barangnya yang hilang.” (HR. Muslim)
Kisah Musafir dan Unta yang Hilang
Dalam riwayat lain yang terdapat redaksi hadits di atas, Rasulullah Saw. menceritakan kisah seorang musafir yang kehilangan untanya di tengah padang pasir. Pada unta itu terdapat bekal makanan dan minuman, satu-satunya sumber kehidupan baginya. Ia pun berusaha mencarinya ke segala arah, namun tidak juga menemukannya. Lelah, lapar, haus, dan putus asa menyelimuti dirinya. Ia pun berbaring di bawah sebuah pohon, pasrah menunggu ajal.
Namun, saat ia terbangun, tiba-tiba unta itu telah berdiri di hadapannya. Betapa kaget dan bahagianya ia! Saking gembiranya, ia sampai salah ucap, “Ya Allah, Engkau hambaku, dan aku Tuhan-Mu.” (padahal ia ingin mengatakan sebaliknya). Itu semua karena kebahagiaan yang begitu meluap-luap.
Dalam riwayat ini, Rasulullah Saw. menegaskan, kebahagiaan Allah menerima taubat hamba-Nya jauh lebih besar daripada kebahagiaan musafir yang menemukan kembali unta dan kehidupannya.
Pandangan Ulama tentang Taubat
Ibn al-Qayyim ra. (Madarij al-Salikin (1/274) menjelaskan:
فالتوبة هي بداية العبد ونهايته، وحاجتُه إليها في النهاية ضرورية، كما حاجتُه إليها في البداية كذلك.
Taubat adalah permulaan seorang hamba sekaligus akhirnya. Kebutuhan hamba terhadap taubat di akhir hayatnya adalah suatu keniscayaan, sebagaimana kebutuhannya terhadap taubat di awal perjalanannya.
Kemudian beliau mengutip firman Allah Ta‘ala:
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Bertaubatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.” (QS. Al-Nur: 31)
Ayat ini terdapat dalam surah Madaniyyah, di mana Allah memerintahkan orang-orang beriman—yang sudah berjuang dengan iman, kesabaran, hijrah, dan jihad—untuk tetap bertaubat kepada-Nya. Allah bahkan menggantungkan keberuntungan (al-falaah) dengan taubat, sebagaimana akibat yang pasti mengikuti sebabnya. Penggunaan kata “la‘alla” dalam ayat ini memberi isyarat bahwa keberhasilan dan kemenangan hanya bisa diharapkan oleh mereka yang bertaubat.
Maka, jelaslah bahwa taubat adalah awal sekaligus akhir perjalanan seorang hamba, dan kebutuhannya terhadap taubat tidak pernah berhenti sampai ajal menjemput.
Hikmah yang Bisa Dipetik
Dari telaah hadits di atas bisa disimpulakan beberapa hikmah yang bisa kita ambil, di antaranya:
- Allah membuka pintu taubat seluas-luasnya. Selama ruh belum sampai di tenggorokan, kesempatan untuk kembali kepada-Nya masih ada.
- Jangan menunda taubat. Menunda hanya memperbesar peluang kita kembali hanyut dalam dosa dan kehilangan kesempatan.
- Taubat butuh tekad. Niat yang tulus untuk meninggalkan dosa, disertai usaha untuk tidak mengulanginya, adalah syarat diterimanya taubat.
- Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Rasa ridha dan bahagia-Nya atas taubat hamba adalah tanda kasih sayang yang tiada tara.
Penutup
Maka, jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah. Betapapun besar dosa kita, ampunan Allah jauh lebih besar. Sebagaimana firman-Nya:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap dirinya sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Zumar: 53) Semoga Allah menerima setiap taubat kita, menyucikan hati kita, dan menjaga kita dari perbuatan maksiat. Aamiin ya Rabbal ‘Alamin.
