Info

JADWAL PERSAMBANGAN TATAP MUKA PONDOK PESANTREN ASSALAFI AL FITHRAH TAHAP 3

Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah memberitahukan bahwa persambangan tatap muka Tahap 3 akan dilaksanakan pada hari Ahad 16 Januari 2022 M. Dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Persambangan dilaksanakan setiap Hari Ahad
  2. Tempat :
    Putra : Gedung Timur Lantai 1
    Putri : Gedung R.A Lantai Dasar dan 1
  3. Waktu persambangan Maksimal 90 Menit/santri dengan rincian waktu :
    Gelombang ke 1 : Jam 07.30 – 09.00 WIB
    Gelombang ke 2 : Jam 09.30 – 11.00 WIB
    Gelombang ke 3 : Jam 12.30 – 14.00 WIB
  4. Penyambang maksimal 2 orang keluarga / mahrom

TATA TERTIB SAMBANGAN

A. KEWAJIBAN 

  1.  Penyambang maksimal 2 orang.
  2. Berbusana muslim/ muslimah, rapi dan sopan.
  3. Menunjukkan kartu mahrom (santri putri) dan kartu wali santri (santri putra).
  4. Menyambang sesuai jadwal dan jam yang sudah ditentukan.
  5. Sudah melaksanakan vaksin & mampu menunjukkan sertifikat vaksin.
  6. Bagi wali santri yang belum vaksin, wajib membawa hasil swab/ rapid antigen.
  7. Mengikuti protokol kesehatan ( memakai masker , dan handsanitizer )
  8. Berada di lokasi sambangan 15 menit sebelum waktu yang telah ditentukan .
  9. Dalam keadaan sehat ( tidak batuk, flu, demam / panas )
  10. Bila penyambang tidak hadir dalam waktu yang telah ditentukan, maka dinyatakan gugur.

B. LARANGAN

  1.  Menyambang di luar jadwal yang telah ditentukan.
  2. Menyambang melebihi batas waktu yang telah ditentukan.
  3. Membawa santri keluar dari lingkungan pondok (lokasi sambangan).
  4. Berada di area pondok setelah sambangan usai.
  5. Mengupload kegiatan sambangan di media sosial.
  6. Membawa anak kecil umur 7 tahun/ lebih.
  7. Penyambang Keluar masuk tempat persambangan.
  8. Memarkirkan kendaraannya selain di tempat yang ditentukan pengurus.

C. ATURAN TAMBAHAN

Hal hal yang belum termaktub dalam tata tertib di atas akan diatur lebih lanjut sesuai kebijakan pengurus. 

D. TEKNIS SAMBANGAN

1. Menunjukkan:

a. Sertifikat vaksin / surat hasil swab/ rapid antigen/Ge-Nose dengan hasil negative

b. Tanda pengenal pada pengurus (kartu mahrom/ kartu walisantri / foto copy KK dan KTP).

2. Cuci tangan / memakai handsanitizer.

3. Menuju lokasi sambangan.

4. Segera meninggalkan lokasi setelah sambangan selesai.

Contact person:

Putra : Ust. Abdul Majid : 0878-5189-8887

Putri : Ustdh. Idatul Fitria : 0857-3346-7323

AL KHIDMAH ASEAN ADALAH TUNTUTAN

Ketika kali pertama Al Khidmah bertolak ke Yala, Thailand, 22 Maret 2012, Romo KH. Najib Zamzami mengutarakan sebuah cerita. Suatu ketika beliau bersama Hadratus Syaikh Achmad Asrori Al Ishaqy RA bersilaturrahim ke seorang Habib di Jakarta. Sang Habib menuturkan bahwa lantunan bacaan maulid dan dzikir Al Khidmah satu hari kelak akan berkumandang di tanah Thailand.

Cerita tersebut persis seperti diungkapkan oleh H. Hasanuddin, SH, Ketua Umum Pengurus Pusat Jama’ah Al Khidmah. 17 tahun yang lalu, tatkala Hadratus Syaikh RA masih sehat pernah dawuh supaya ada yang pergi ke Thailand. “Muridku ada di sana”, kata Hadratus Syaikh RA. Lima tahun yang lalu, kata Bung Has, dawuh tersebut diulangi lagi oleh Hadratus Syaikh RA, “Murid-muridku besuk terbanyak dari Thailand”. Sayangnya, hingga Hadratus Syaikh RA wafat pada tahun 2009, kesempatan untuk menunaikan dawuh Beliau RA belum sempat terlaksana.

Atas dasar itulah, Bung Has bersama segenap rombongan PP Al Khidmah dan Al Khidmah Kampus, pada tanggal 11-14 Desember 2012, melakukan serangkaian silaturrahim ke Thailand. Tujuannya tidak lain hanyalah untuk melunasi dawuh Hadratusy Syaikh RA tersebut. Kedatangan PP Al Khidmah di Thailand juga sebagai bagian dari tindak lanjut koordinasi serta berbagi semangat kepada pengurus baru Jama’ah Al Khidmah Thailand. Seperti diketahui bersama, pada tanggal 31 Mei 2012, telah dipilih Ustadz Ali Mateh sebagai Ketua dan Siti Hadijah, M.Pd, sebagai Sekretaris Pengurus Jama’ah Al Khidmah Thailand.

Ustadz Ali adalah penduduk asli Thailand dan saat ini menjadi Pimpinan Direksi Madrasah Darulhuda Witya, Yala, Thailand. Sedangkan Siti Hadijah juga merupakan warga asli Thailand dan sempat menempuh pendidikan S2 Jurusan Bahasa Indonesia di Malang. Itulah sebabnya di belakang namanya terdapat gelar Magister Pendidikan (M.Pd). Rombongan PP Al Khidmah sangat terbantu dalam hal komunikasi dengan penduduk asli Thailand karena Ibu Hadijah. Nyaris hampir sebagian besar santri dan pelajar Darulhuda tidak mengerti Bahasa Melayu. Kalaupun ada yang paham Bahasa Melayu, mereka adalah para guru dan pendidik Darulhuda. Untungnya sebagian guru ada yang mahir berbahasa Inggris. Sehingga komunikasi terkadang menggunakan Bahasa Inggris.

Kampus Darul Huda terletak di Yala, Thailand Selatan. Yala berbatasan dengan Rantau Panjang, Kelantan, Malaysia. Yala dan Kelantan dipisahkan oleh Kota Narathiwat. Selain Narathiwat, Pattani, dan sebagian Songkhla, hampir 80 persen populasi penduduk Yala (kurang lebih 5 persen dari jumlah penduduk Thailand) dihuni oleh warga muslim berpaham Sunni. Kampus Darulhuda adalah pesantren plus sekolah umum terbesar di Thailand Selatan. Darulhuda saat ini memiliki 6.235 pelajar mulai dari tingkat Taman Anak sampai Sekolah Menengah Atas. Sementara di Pesantren Darulhuda terdapat 4.360 santri dari berbagai daerah di Thailand.

Kamis, 13 Desember 2012, jam 10 siang, rombongan memasuki pemeriksaan imigrasi Rantau Panjang, Kelantan. Tiga mobil berplat Malaysia ditinggal di parkiran Rantau Panjang. Ustadz Ali Mateh dan Ibu Hadijah sudah menunggu di pintu masuk tanah Thailand. Setelah melewati proses imigrasi di depan Sungai Golok, rombongan PP Al Khidmah, menggunakan 3 mobil berplat Thailand, berangkat menuju Kampus Darulhuda, Yala, Thailand.

Perjalanan dari Sungai Golok ke Yala kurang lebih membutuhan satu setengah jam. Di sepanjang jalan, masih seperti Maret lalu, hampir di setiap 5-10 kilometer, bertemu pos penjagaan tentara. Namun yang membuat hati berdegup kencang adalah, dua hari sebelumnya, baru saja ada penembakan dua guru Budha di sebuah sekolah di Yala. Ditengarahi pembunuhnya adalah kelompok militansi muslim “Mujahidin”. Oleh karena peristiwa itulah pada dua hari itu, 12-13 Desember 2012, sekolah-sekolah di Yala diliburkan oleh Pemerintah Thailand. Akhirnya pun, dua Ustadz (Ustadz Yahya dan Ustadz Mukhlisin) yang sedianya akan ditinggal di Yala untuk melatih Hadrah dan Maulid, dibatalkan karena alasan keselamatan.

Betapapun suasana Yala saat itu sangatlah mencekam, keyakinan rombongan untuk menjalankan dawuh Hadratus Syaikh RA tetap mengalahkan segalanya. Siang itu juga, rombongan PP Al Khidmah diajak oleh Ustadz Ali ke Sekolah Menengah Darulhuda. Di sekolah ini telah menunggu ratusan santri dan pelajar. Di sebuah ruangan tua yang terhampar lebar, mereka menunggu kami untuk bersama-sama melantunkan bacaan dzikir dan maulid sebagai syi’ar.

Hadlarah majlis dzikir dipimpin oleh KH. Hakam dan bacaan istighosah dan doa dipimpin oleh Ustadz KH. Abdur Rosyid. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan Maulidurrasulullah SAW oleh Ustadz Mujib, Ustadz Yahya, Ustadz Mukhlisin, dan Ustadz Muzammil. Meski sebagian besar santri dan pelajar tampak belum sepenuhnya menguasai bacaan-bacaan yang dibawakan oleh para Ustadz, namun mereka tampak mengikuti majlis dzikir itu dengan khusuk.

Ada satu peristiwa unik yang membuat rombongan takjub. Menurut penuturan salah satu guru Darulhuda, sudah sejak lama daerah Yala tidak turun hujan. Namun, anehnya, saat dzikir mulai dilantunkan, air dari langit berjatuhan tanpa henti hingga majlis usai. Tanah Yala yang mulanya tampak gersang itu kembali sejuk oleh basahnya rintikan air hujan. Sungguh satu fenomena yang mengejutkan sekaligus membuat rombongan semakin yakin bahwa Hadratus Syaikh RA hadir, membawa dan menjadi “oasis” di tengah-tengah mereka. WalLahu a’lam bissowab.

Seusai dzikir, Dr. Afif Hasbullah, Rektor Universitas Islam Darul Ulum (UNISDA) Lamongan, dalam sambutannya, memberi kabar gembira kepada para santri dan pelajar Darulhuda. UNISDA siap memberi kesempatan beasiswa pendidikan S1 maupun S2 bagi lulusan Sekolah Menengah Atas Darulhuda. Hal yang sama disampaikan oleh Prof. Dr. Mahmutarom HR, SH, MH, bahwa Universitas Wahid Hasyim (UNWAHAS) juga membuka kesempatan beasiswa pendidikan bagi para siswa maupun pendidik untuk menempuh pendidikan S1 dan S2. Jumlah beasiswa yang ditawarkan oleh kedua kampus tersebut tidak main-main. Khusus untuk alumni Darulhuda, dua kampus tersebut menawarkan sedikitnya 100 beasiswa studi meliputi gratis biaya SPP dan living cost.

H. Hasanuddin, SH., dalam sambutannya mewakili Jama’ah Al Khidmah dan PP Al Fithrah, juga menawarkan beasiswa pendidikan bagi anak didik usia SD hingga SMA di Semarang dan beasiswamondok di PP Al Fithrah Kedinding Surabaya. Beasiswa untuk usia SD-SMA, menurut Bung Has, dianggap sangat penting dan strategis sebagai bagian dari ikhtiar untuk menularkan nilai-nilai pendidikan ala Hadratus Syaikh RA kepada generasi muda Thailand.

Seusai acara di Darulhuda, sekitar pukul 16.15 sore, rombongan PP Al Khidmah, dipandu oleh Ustadz Ali, diajak ke Islamic Institute, Mayo Pattani, Thailand Selatan. Islamic Institute merupakan sekolah rintisan Tuan Abdul Kadir Sohsubah dan didirikan pada tahun 1967. Selain sebagai Pesantren, Islamic Institute juga memiliki Sekolah Menengah Bawah dan Sekolah Menengah Atas. Total seluruh santri dan pelajar Islamic Institute kurang lebih 1500 orang. Sebagian santri dan pelajar Islamic Institute adalah warga penduduk sekitar sekolah. Saat ini Islamic Institute dipimpin oleh Tuan Haji Isma’il bin Tuan Abdul Kadir Sohsubah. Baik Islamic Institute Pattani maupun Darulhuda Yala merupakan sama-sama rintisan Tuan Abdul Kadir Sohsubah. Sehingga kalau dirunut garis nasabnya, pengasuh kedua kampus besar tersebut bersambungan darah.

Meskipun PP Al Khidmah baru kali pertama datang ke Pattani, namun sambutan dari civitas akademika Kampus Islamic Institute sangatlah hangat, ramah dan menyentuh. Tuan Haji Isma’il mengungkapkan rasa senang dan terima kasih kepada rombongan Al Khidmah Indonesia dan Malaysia atas perkenannya hadir di Islamic Institute. Selain bercerita tentang sejarah Tuan Abdul Kadir Sohsubah yang sangat legendaris di Thailand dan Malaysia, Tuan Haji Isma’il juga berharap tali silaturrahim antara Islamic Institute dan Jama’ah Al Khidmah terus terjalin selama-lamanya.

Sebagaimana di Darulhuda, Dr. Afif dan Prof. Mahmutarom, dalam sambutannya, kembali menawarkan kesempatan beasiswa pendidikan S1 maupun S2 baik di UNISDA maupun UNWAHAS kepada alumni dan pendidik Islamic Institute. Demikian pula Bung Has, dalam sambutannya, mengungkapkan bahwa pertemuan ini sangatlah baik karena ada keinginan bersama untuk menumbuhkan kecintaan kepada guru, orangtua dan wali-wali Allah SWT. Oleh karena itulah di tengah sambutannya, Bung Has mengajak semua yang hadir untuk mengirimkan hadiah Al Fatihah kepada Tuan Abdul Kadir Sohsubah.

Lepas Sholat Subuh, 14 Desember 2012, PP Al Khidmah didampingi para ulama’ Yala dan Pattani, berkesempatan sowan ziarah ke makan Dato’ Pasei. Tak seperti makam para Wali di Tanah Jawa, makam Dato’ Pasei tampak tak diistimewakan dan kurang terurus. Diceritakan oleh Bung Has, dahulu Hadratusy Syaikh RA pernah pula ‘menemukan’ makam Syaikh Jalaluddin Akbar dan Syaikh Ibrahim Samarqandy. Kondisi makamnya juga kurang terurus, persis seperti makam Dato’ Pasei. Kendati pun begitu, ziarah tetap dilaksanakan, karena Bung Has suatu ketika pernah menerima dawuh dari Hadratusy Syaikh RA bahwa Hadratus Syaikh RA adalah keturunan Samudera Pasai. Barangkali karena itulah Hadratusy Syaikh RA pernah dawuh bahwa “Murid-muridku besuk terbanyak dari Thailand”. Wallahu a’lam bish showab.

Ketika bacaan dzikir diucapkan, ada satu keanehan. Meskipun memiliki nama berbeda, lantunanSholawat Husainiyyah—sebagaimana dihimpun oleh Hadratus Syaikh RA—dibaca oleh sebagian penziarah di makam Dato’ Pasei. Hal tersebut semakin menambah keheranan Bung Has dan rombongan Al Khidmah, “Apakah betul Dato’ Pasei yang bersemayam di makam inilah ‘kakek’ Hadratusy Syaikh RA itu?”. Pattani memang kota tua yang penuh legenda. Sampai-sampai, diceritakan oleh Ustadz Ali, Ayah pejuang Indonesia, Cut Nyak Dien, konon, juga berasal dari kota ini. Wallahu a’lam bissowab.

Setelah menginap satu malam di Yala, dan berziarah ke Makam Dato’ Pasei, rombongan PP Al Khidmah kembali ke Kampus Darulhuda untuk perpisahan. Tanpa kami duga, pada hari itu merupakan perayaan hari Asyura’. Jika di Indonesia perayaan Asyura’ jatuh pada awal atau tengah bulan, maka di Darulhuda, perayaan Asyura’ jatuh pada akhir bulan.

Para santri dan pelajar tampak bersemangat bergotong royong “mengkacaukan” (mengaduk) Bubur Asyura’ di atas kawah-kawah besar. Gerimis hujan siang itu tidak kuasa menyurutkan semangat para santri dan pelajar. Mata mereka berbinar-binar. Tak terasa, rombongan Al Khidmah telah menyatu bersama mereka, mengaduk bubur Asyura’, sambil tertawa, berbagi ceria, berbagi sukacita, berbagi cerita.

Sembari menjinjing segepok bubur Asyura’, rombongan PP Al Khidmah Indonesia dan Malaysia kembali dari Yala menuju Kuala Lumpur. Rombongan itu pulang dengan membawa seonggok semangat baru, yang diamini bersama-sama di sepanjang perjalanan, bahwa Al Khidmah ASEAN adalah tuntutan zaman. [*]

SHALAT ISYA’, KAPAN YANG LEBIH UTAMA ?

Pertanyaan:

Apa ada hadits yang menyebutkan bahwa shalat Isya afdlolnya pukul 12 malam, karena dilanjut dengan shalat hajat ?

Jawaban:

Mengenai keutamaan shalat Isya’ kapan dilakukan, dalam hal ini memang ada beberapa hadits shahih. Di antaranya:

  1. Diriwayatkan dari Sayyidina Abu Barzah RA, bahwa Rasulullah SAW senang mengakhirkan shalat Isya’ (HR. Bukhari-Muslim). Mayoritas ulama mengomentari hadits ini bahwa, shalat Isya’ yang lebih utama tetap dilakukan di awal waktu, sebab Rasulullah RAW kontinyu atau istiqamah melakukannya di awal waktu. Artinya, hadits ini bukan sabda Beliau secara langsung, melainkan berita dari Sayyidina Abu Barzah RA sebagai perawi hadits ini. Sayyidina Abu Barzah RA, mengatakan demikian, karena memang Rasulullah SAW terkadang mengakhirkan shalat Isya’, dan hal ini sebagai dalil kebolehan mengakhirkan shalat Isya’, bukan sebagai dalil keutamaan mengakhirkannya.
  2. “Seandainya aku tidak khawatir memberatkan terhadap umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk mengakhirkan shalat Isya’ sampai pada sepertiga malam (pertama) atau separuh malam (pukul 12)” (HR. Ahmad, Ibu Majah, Tirmidzi, & Hakim).
  3. Diriwayatkan dari Sayyidina Anas RA, bahwa Rasulullah SAW mengakhirkan shalat Isya’ sampai separuh malam” (HR. Bukhari-Muslim).
  4. Diriwayatkan dari Sayyidina Ibnu Amar RA: “Waktu shalat Isya’ adalah sampai separuh malam” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud, & Nasa’i).

Hadits-hadits di atas, bila ditinjau secara lahiriyahnya menganjurkan agar shalat Isya’ diakhirkan sampai pada pertengahan malam. Akan tetapi ada hadits shahih lain yang menjelaskan bahwa yang lebih utama, semua shalat lima waktu dikerjakan di awal waktu. Diceritakan dari Sayyidia Abdullah RA, ia berkata: “saya bertanya kepada Rasulullah SAW tentang amal yang paling utama”, lalu Beliau menjawab: “Shalat di awal waktu, berbakti kepada orang tua, dan jihad di jalan Allah”. Sayyidina Abdullah RA berkata: “Seandainya aku minta tambah kepada Beliau, niscaya Beliau akan menambahnya” (HR. Ahmad).

Dari hadits-hadits tersebut, kemudian para ulama berbeda pendapat:

  • Madzhab Malikiyah dan Syafi’iyah mengatakan bahwa, shalat Isya’ lebih utama dilakukan di awal waktu.
  • Madzhab Hanafiyah mengatakan bahwa, shalat Isya’ sunnah untuk diakhirkan sampai sebelum sepertiga malam yang pertama.
  • Madzhab Hanabilah mengatakan bahwa, shalat Isya’ yang lebih utama adalah dilakukan pada sepertiga malam pertama atau pada pertengahan malam. Itupun jika tidak memberatkan.

Pendapat yang menyebutkan bahwa shalat Isya’ lebih utama untuk diakhirkan tetap mengatakan bahwa, keutamaan tersebut jika: shalat tadi tetap dilakukan secara berjamaah. Tapi jika tidak, maka yang lebih utama adalah dilakukan di awal waktu secara berjamaah.

Mengenai shalat hajat, ia tak harus dilakukan setelah shalat Isya’. Bahkan bisa dilakukan setiap ada hajat atau urusan yang ingin diberi kelapangan. Dan di Pondok Pesantren Al Fithrah Kedinding, shalat hajat dilakukan secara istiqamah setelah shalat Isya’ berjamaah di awal waktu.

 

Referensi:

Al Mahally: 1/130-133

Al Madzahibul Arba’ah: 1/194

Ihkamul Ahkam: 1/104 Al Fiqhul Islami: 1/671-674

HUKUM MENYEMIR RAMBUT

Masa muda adalah masa yang penuh dengan gejolak darah muda dan umumnya ingin tampil gaya. Ekspresi-ekspresi aneh atas nama gaya dan mode pun, akhirnya kerap didemonstrasikan oleh para remaja kita, meski terkadang palsu atau sekedar latah dan bukan dari jati dirinya yang sesungguhnya.

Salah satu trend muda-mudi dewasa ini adalah menyemir rambut dengan aneka warna, seperti merah, kuning, hijau, biru, dan lain-lain. Mereka yang sedikit tahu hukum, mengklaim bahwa menyemir rambut memakai warna kuning dan sebagainya, asalkan bukan warna hitam adalah satu bentuk kesunnahan. Benarkah ?.

Dalam perspektif hukum Islam, karakter hukum yang dibentuk atas dasar kultur, tradisi, dan sosial budaya adalah bersifat dinamis dengan mengikuti denyut nadi perkembangan zaman. Dalam bahasa kaidah Fiqih disebutkan: “Al Hukmu Yaduru ma’al ‘illati wujudan wa ‘adaman”. Bahwa hukum itu selalu mengalami perputaran atau dinamika sesuai ‘illat atau alasan yang menjadi muara munculnya hukum itu sendiri. Lain halnya dengan hukum-hukum yang dibangun bukan atas dasar aspek di atas, maka bersifat statis sebagaimana hukum cambuk bagi pelaku zina.

Terdapat beberapa data riwayat hadits yang menginformasikan masalah semir, di antaranya sebuah hadits:

 “Nabi SAW didatangi Sahabat Abi Quhafah pada waktu kemengan kota Makkah, dalam keadaan kepala dan dagunya seperti tumbuhan yang berwarna putih. Kemudian Nabi SAW bersabda: “Ubahlah uban kalian dengan sesuatu (semir) dan jauhilah warna hitam”. (HR. Imam Muslim).

Dari hadits ini, Imam Nawawi RA mengatakan, menyemir uban baik bagi laki-laki maupun perempuan hukumnya sunnah. Sedangkan dengan warna hitam hukumnya haram[1].

Dalam hadits lain disebutkan:

“Sesungguhnya orang Yahudi dan Nasrani tidak mewarnai rambutnya, maka tampil bedalah dengan mereka”. (HR. Imam Bukhori dan Imam Muslim).

Dari hadits-hadits di atas, ulama’ mensinyalir bahwa ‘illat dari kesunnahan menyemir rambut dengan warna selain hitam adalah demi menampakkan perbedaan dengan tradisi non Muslim yang sangat dianjurkan[2]. Sebab, meniru atau menyamai gaya serta tradisi mereka berarti termasuk dalam golongannya, sebagaimana sabda Nabi SAW:

“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia menjadi bagiannya”. (HR. Imam Abu Daud).

Tasyabbuh (menyerupai orang lain) adalah sebuah konsep yang mengacu pada sebuah relativitas ruang dan waktu. Tradisi dan corak budaya di sana saat itu, tidak bisa dijadikan sebagai acuan di sini saat ini. Walau demikian, dalam kerangka hukum adalah hal yang wajar bila antara satu ulama dengan yang lainnya punya sudut pandang yang berbeda dalam menilai suatu kasus.

Berkenaan dengan masalah semir ini, Sulthonul Ulama’ Syaikh Izzuddin bin Abdis Salam dan ulama yang sependapat mengatakan, kesunnahan tidak boleh ditinggalkan meskipun sudah menjadi trend orang-orang fasiq. Sedangkan Imam Al Ghazali RA memilah-milah antara kesunnahan yang independen berdiri sendiri dengan kesunnahan yang ikut [baca: satu paket] terhadap ibadah yang lain. Oleh karena itu, doa qunut seandainya saja menjadi syiar atau trend ahli bid’ah dan orang-orang fasiq, tetap sunnah dilakukan karena doa qunut merupakan kesunnahan yang satu paket dengan ibadah lain [baca: shalat]. Sedangkan kesunnahan yang berdiri sendiri, misalnya menyemir uban dengan warna merah atau kuning, jika sudah menjadi syiar dan trend bagi orang-orang fasiq, maka kesunnahannya yang dilatar belakangi karena khawatir akan menyerupai mereka tadi, menjadi hilang[3].

Jadi, bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa menyemir uban dengan warna selain hitam, ada yang mengatakan tetap sunnah meskipun sudah menjadi trend ahli bid’ah dan orang-orang fasiq. Sedang ulama lain mengatakan, jika sudah menjadi trend mereka, maka tidak disunnahkan lagi.

Bagaimana dengan menyemir rambut yang tidak beruban ?. Jika dengan selain warna hitam, para ulama sepakat memperbolehkannya. Sedangkan bila dengan warna hitam, terjadi beda pendapat. Dari Syafi’iyah mengatakan haram. Mayoritas ulama’ dari madzhab lain ada yang mengatakan makruh, dan sebagian ulama yang lain ada yang memperbolehkan.

Atas dasar uraian di atas, menyikapi trend kawula muda yang mewarnai rambutnya dengan corak ragam warna, dapat dirumuskan hal-hal sebagai berikut:

  1. Kesunnahan menyemir rambut dengan selain warna hitam adalah jika rambut itu sudah beruban. Jika tidak beruban, maka tidak sampai pada derajat sunnah, melainkan hanya mubah (boleh).
  2. Menurut Imam Ghazali, kesunnahan di atas jika tidak menjadi trend ahli bid’ah dan orang-orang fasiq. Bila demikian, maka tidak dsunnahkan lagi.
  3. Kebolehan menyemir rambut yang tidak beruban dengan warna selain hitam ini dengan cvatatan: tidak ada dorongan / motifasi negatif. Jika disertai dengan tujuan yang dilarang agama seperti sombong, pamer, dan bangga-banggaan, maka hukumnya menjadi haram[4].

Kesimpulan yang paling akhir, jika menyemir rambut yang tidak berubaan dengan warna selain hitam hukum asalnya adalah boleh, maka akan menjadi haram jika menyemir rambut tersebut sudah menjadi trend di kalangan ahli bid’ah dan orang-orang fasiq, atau ada tujuan yang tidak dibenarkan oleh syara’, seperti sombong, pamer dan semisalnya. Ketika hukumnya haram, maka keharamanya akan bertambah ditinjau dari segi tabdzirul mal (menghambur-hamburkan harta) yang tentu sudah dilarang agama. Allah SWT berfirman:

 “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. (QS. Al-Isro’: 26-27).

Wallahu a’lam bish showab.

Penulis: Ust. Abu Sari, M.Th.I


[1] Syarhun Nawawi Ala Muslim: 7/204.

[2] Tuhfatul Ahwadzi: 5/354 dan Aunul Ma’bud: 9/249.

[3] Ihya’ Ulumiddin: 2/110, Fatawi Izzuddin: 45, Al-Bahrul Muhith: 1/356.

[4] Al-Fiqhul Islami: 4/227 dan Al-Mausu’h Al-Fiqhiyah: 2/281.