Kisah

Adab Berdoa Nabi Zakaria AS dari Surah Maryam: Kunci Doa Mustajab

Kita semua pernah berada di titik di mana kita merasa doa terasa jauh, entah karena permintaan itu terlalu besar atau kondisi kita secara logika mustahil. Namun, Al-Qur’an menyajikan sebuah pelajaran emas yang indah melalui kisah Nabi Zakaria AS dalam Surah Maryam (ayat 1–11).

Kisah ini bukan hanya tentang bagaimana Allah mengabulkan permintaan yang mustahil (keturunan di usia tua dan istri mandul), tetapi tentang adab yang beliau tunjukkan saat mengetuk pintu langit. Nabi Zakaria mengajarkan kita bahwa fokus utama bukanlah pada “apa” yang kita minta, melainkan “bagaimana” cara kita meminta.

Mari kita bongkar pelajaran emas adab berdoa dari Surah Maryam yang bisa membuat curahan hati kita lebih didengar dan dicintai oleh-Nya.

Memulai Doa dengan Kerendahan Hati dan Pengakuan Diri

Adab berdoa bukanlah sekadar rangkaian kata-kata, melainkan kondisi hati. Nabi Zakaria mengawalinya dengan cara yang menakjubkan. Beliau tidak langsung meminta, tetapi melakukan pengakuan tulus tentang kondisi dan kelemahannya.

Dalam firman-Nya,

قَالَ رَبِّ اِنِّيْ وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّيْ وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا

Nabi Zakaria berkata: “Wahai Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah, kepalaku telah dipenuhi uban…” (QS. Maryam: 4)

Ada dua poin penting di sini:

  1. Memuji Allah dan Mengakui Kelemahan: Beliau memulai dengan memuji Allah, kemudian menyebutkan kelemahannya yang nyata. Ini adalah puncak kerendahan hati. Semakin kita merasa lemah dan fakir di hadapan Allah, semakin dekat kita dengan rahmat-Nya.
  2. Berdoa dengan Suara Lirih (Khafiyya): Surah Maryam ayat 3 menyebutkan,

اِذْ نَادٰى رَبَّهٗ نِدَاۤءً خَفِيًّا

(yaitu) ketika dia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lirih.

Ini menunjukkan tingkat kekhusyukan dan keintiman yang tinggi. Allah mendengar bisikan hati kita, bahkan suara selembut lirihan sekalipun. Adab ini adalah pintu mustajabnya doa.

Mencurahkan Kegelisahan dan Meminta Kebaikan Akhirat

Setelah memuji dan mengakui kelemahan, Nabi Zakaria tidak malu mengutarakan kegelisahan terdalamnya secara jujur.

Beliau khawatir tidak adanya penerus dakwah sepeninggalnya, terutama karena istrinya mandul. Beliau mencurahkan:

 وَاِنِّيْ خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَّرَاۤءِيْ وَكَانَتِ امْرَاَتِيْ عَاقِرًا فَهَبْ لِيْ مِنْ لَّدُنْكَ وَلِيًّا

Sesungguhnya aku khawatir terhadap keluargaku sepeninggalku, sedangkan istriku adalah seorang yang mandul. Anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu (QS. Maryam: 5).

Doa adalah wadah pengaduan yang paling tulus kepada Sang Pencipta.

Namun, permohonan beliau tidak berhenti pada permintaan anak saja.

Dia melanjutkan doanya dengan meminta yang terbaik:

يَّرِثُنِيْ وَيَرِثُ مِنْ اٰلِ يَعْقُوْبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا

(Beliau meminta anak) yang akan mewarisi ilmu dan risalah, serta menjadikannya seorang yang diridai (QS. Maryam: 6).

Pelajaran emasnya: Curahkan semua isi hati Anda dengan jujur, tetapi selalu arahkan permintaan Anda pada kebaikan dan manfaat akhirat, bukan sekadar keinginan duniawi. Fokuslah memohon kesalehan dan keberkahan.

Keyakinan dan Kesabaran adalah Puncak Adab Berdoa

Adab berdoa tidak sempurna tanpa dua elemen krusial: keyakinan penuh dan kesabaran tanpa batas.

Nabi Zakaria berdoa dalam kondisi yang secara logika manusia, mustahil. Usia tua dan istri mandul adalah batasan yang tidak bisa ditembus oleh sains. Namun, beliau memiliki keyakinan mutlak bahwa Allah tidak tunduk pada kemungkinan manusia. Beliau tidak pernah putus asa, bahkan di ayat 4 disebutkan:

وَّلَمْ اَكُنْۢ بِدُعَاۤىِٕكَ رَبِّ شَقِيًّا ۝٤

 “dan aku tidak pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, wahai Tuhanku.” (QS. Maryam: 4).

Adab terakhir yang beliau ajarkan adalah kesabaran. Beliau menunggu jawaban Allah dengan teguh. Setelah melalui penantian dan ujian kesabaran, barulah malaikat datang membawa kabar gembira tentang kelahiran putranya, Yahya

يٰزَكَرِيَّآ اِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلٰمِ ࣙاسْمُهٗ يَحْيٰىۙ لَمْ نَجْعَلْ لَّهٗ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا ۝

(Allah berfirman,) “Wahai Zakaria, Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki yang bernama Yahya yang nama itu tidak pernah Kami berikan sebelumnya.” (QS. Maryam: 7).

Setelah doa dikabulkan, adab beliau pun berlanjut pada rasa syukur yang total. Beliau segera menjalankan perintah Allah untuk berzikir selama tiga hari penuh. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam ayat 11

فَخَرَجَ عَلٰى قَوْمِهٖ مِنَ الْمِحْرَابِ فَاَوْحٰٓى اِلَيْهِمْ اَنْ سَبِّحُوْا بُكْرَةً وَّعَشِيًّا ۝

Lalu, (Zakaria) keluar dari mihrab menuju kaumnya lalu dia memberi isyarat kepada mereka agar bertasbihlah kamu pada waktu pagi dan petang. (QS. Maryam: 11) sebagai bentuk ketaatan atas nikmat yang didapat.

Jika Nabi Zakaria, yang merupakan seorang Nabi, menunjukkan adab sebegitu indahnya, bagaimana dengan kita? Mari perbaiki kondisi hati dan cara kita meminta. Mulai sekarang, selalu awali doa dengan pujian, panjatkan dengan rendah hati, dan akhiri dengan keyakinan serta kesabaran. Yakinlah, Allah mendengar doamu, sekecil apapun bisikan itu.

Belajar Kepada Sahabat Yang ‘Munafik’

Tampil sempurna di hadapan banyak orang adalah keinginan semua orang. Masing-masing kita ingin terlihat tanpa kekurangan. Perilaku, penampilan hingga ucapan. Dalam praktiknya, tidak jarang ada orang yang berkebalikan. Antar luarnya berbeda dengan apa yang hatinya simpan. “Bermuka dia” atau munafik orang-orang menyebutnya.

Pemberian warning munafik sangat keras sekali Alquran menyebutnya. Di sana dikatakan bahwa kelak orang munafik berada di jurang terdalam neraka. Al-Qur’an menegaskannya:

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat penolongpun bagi mereka” (QS. An-Nisa; 42).

Ancaman bagi orang munafik sedemikian dahsyatnya. Maka menjadi wajib bagi kita untuk mengetahui bagaimana ciri-ciri munafik itu sebenarnya. Tujuan mengetahui ciri-ciri munafik tidak lain agar kita mampu menjauhinya. Rasulullah SAW dengan jelas menyebutkan ciri-ciri munafik dalam sabdanya:

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga; pertama, jika berbicara ia berbdusta, jika berjanji ia mengingkarinya, dan jika dipercaya ia mengkhianatinya”. (HR Bukhari)

Sahabat Yang ‘Munafik’

Setelah tahu munafik itu apa. Maka menjadi mudah bagi kita untuk mengidentifikasi diri, apakah ada sifat munafik pada diri kita. Dalam ayat yang lain, disebutkan sifat orang munafik berikut:

 اِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ يُخٰدِعُوْنَ اللّٰهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْۚ وَاِذَا قَامُوْٓا اِلَى الصَّلٰوةِ قَامُوْا كُسَالٰىۙ يُرَاۤءُوْنَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ اِلَّا قَلِيْلًاۖ

“Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud tujuan ria atau (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali,” (QS. An-Nisa: 142).

Munafik adalah sifat yang tersembunyi. Kita tidak boleh menghakimi sifat munafik pada diri orang lain. Bahkan, kedekatan seseorang kepada Allah tidak serta merta membuatnya bebas dari sifat munafik ini.

Ketika mendengar ayat-ayat tentang munafik, para sahabat Nabi tidak main tuduh kepada orang lain, mereka mengintrospeksi diri masing-masing. Mereka takut dan khawatir, jangan-jangan munafik yang disebut dalam ayat itu adalah mereka sendiri.

Ibnu Abu Malikah, dari kalangan tabiin berkata:

أَدْرَكْتُ ثَلاَثِيْنَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبيِّ – صلى الله عليه وسلم – كُلُّهُمْ يَخَافُ النِّفَاقَ عَلَى نَفْسِهِ

“Aku telah mendapati 30 orang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, semuanya khawatir pada dirinya terdapat tanda-tanda kemunafikan.” (HR. Bukhari No. 36)

Sebagian dari mereka berdoa,

اَللهُمَّ اِنِّى أَعُوْذُ بِكَ مِنْ خُشُوْعِ النِّفَاقِ

“Wahai Allah jauhkanlah aku dari khusyuk munafik.” Para sahabat bertanya, “Apa maksudmu?” “Yaitu kekhusyukan palsu: hanya fisik, bukan hati.”

Agar Jauh Dari Munafik

Selain doa agar jari dari munafik di atas, ada resep yang bisa kita ambil dari kisah Sahabat Handzolah. Beliau termasuk di antara sekretaris Rasulullah SAW. Suatu Ketika berjumpa dengan Sahabat Abu Bakar dan menyatakan kegelisahannya.

عَنْ حَنْظَلَةَ الأُسَيِّدِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: لَقِينِي أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ: كَيْفَ أَنْتَ يَا حَنْظَلَةُ؟ قُلْتُ: نَافَقَ حَنْظَلَةُ. قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ! مَا تَقُولُ؟ قُلْتُ: نَكُونُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ يُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ، حَتَّى كَأَنَّا رَأْيُ عَيْنٍ، فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، عَافَسْنَا الأَزْوَاجَ وَالأَوْلاَدَ وَالضَّيْعَاتِ، فَنَسِينَا كَثِيرًا.

“Sungguh telah munafik Handzolah, ya Abu Bakar” ucap Sahabat Handzolah.

“Subhanallah, apa yang kau katakana wahai Handzolah?” tanya Sahabat Abu Bakar.

“Ketika saya berada di majelis Rasulullah SAW dan beliau berbicara tentang surga dan neraka,  seakan-akan terlihat oleh mata kepala saya. Namun, begitu saya keluar dari majelisnya Rasulullah SAW dan disibukkan dengan istri, anak dan keperluan hidup lainnya, saya menjadi lalai dan lupa segalanya.‘

Maka Abu Bakar pun berkata: “Demi Allah, Aku pun merasakan hal yang sama”.

Maka beliau berdua pun sowan kepada Rasulullah SAW.

“Sungguh telah munafik Handzolah, Ya Rasulullah” kata Sahabat Handzolah mengadukan permasalahannya. Rasulullah SAW, selaku ‘mursyidul a’dzom’ pun memberikan wejangannya:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنْ لَوْ تَدُومُونَ عَلَى مَا تَكُونُونَ عِنْدِي وَفِي الذِّكْرِ لَصَافَحَتْكُمْ الْمَلَائِكَةُ عَلَى فُرُشِكُمْ وَفِي طُرُقِكُمْ وَلَكِنْ يَا حَنْظَلَةُ سَاعَةً وَسَاعَةً

“Demi Allah yang menguasai diriku, apabila kalian senantiasa melanggengkan diri seperti saat kalian berada di sisiku, dan ketika berzikir, niscaya para malaikat akan mensalami tangan kalian, dan membersamai dalam semua langkah hidup kalian. Akan tetapi wahai Handzolah, pelan-pelan” (HR. Muslim No. 2750)

Kisah ‘munafik’ Sahabat Handzolah ini memberikan pelajaran untuk istikomah dalam menghadiri majlisnya Rasulullah SAW. Dalam hal ini adalah majlis dzikir maupun majlis ilmu yang di dalamnya disampaikan tentang kebaikan, sehingga akan termotivasi untuk melakukan kebaikan tersebut.

Kalau pun tidak mampu senantiasa berada dalam majlis kebaikan, maka usahakanlah untuk menghidupkan dzikir kepada Allah SWT. Semampunya. Allah knows the best.

Kanjeng Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani: Figur Spiritualitas dan Kepedulian Sosial

Kanjeng Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani adalah di antara ulama yang namanya dikenang sepanjang masa. Ajarannya dipelajari, dikaji dan dibacakan di seluruh penjuru dunia. Indonesia di antaranya.

Biografi atau manaqib kanjeng Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani dibacakan di mana-mana. Terutama di setiap setiap malam tanggal sebelas bulan hijriyah. Terlebih di bulan Rabiul Akhir di mana sembilan abad lalu beliau berpulang ke hadirat Allah subhanahu wataala.

Tulisan ini akan mengungkapkan Kanjeng Syaikh beserta peran sosialnya. Tapi sebelumnya mari kita simak biografi singkat Kanjeng Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani berikut ini.

Biografi Kanjeng Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani

Biografi Kanjeng Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani telah terdokumentasikan rapi. Di antara penulisnya adalah Syaikh Abdul Karim Al-Barzanji. Beliau menulis biografi Kanjeng Syaikh dalam kitabnya berjudul Al-Lujayn Al-Dani.

Dalam Kitab Al-Lujayn Al-Dani ini disebutkan bahwa lahir Kanjeng Syaikh pada tahun 471 H di Jilan, Persia yang sekarang masuk daerah Iran. Kanjeng Syaikh lahir pada 1 Ramadhan 470 H dalam salah satu pendapat.

Di masa mudanya, Kanjeng Syaikh banyak menghabiskan waktunya untuk riyadoh dan belajar. Beliau adalah pribadi yang sederhana. Dalam Kitab Al-Lujayn Al-Dani disebutkan:

وَكَانَ لِبَاسُهُ جُبَّةَ صُوْفٍ وَعَلَى رَأْسِهِ خُرَيْقَةً يَمْشِي حَافِيًا فِي الشَّوْكِ وَالْوَعِرْ * لِعَدَمِ وِجْدَانِهِ نَعْلًا يَمْشِي فِيهَا * وَيَقْتَاتُ ثَمَرَ الْأَشْجَارِ وَقَمَامَةَ البَقْلا لِتَرْمَى * وَوَرَقَ الْحَشِيشِ مِنْ شَاطِئِي النَّهْرِ * وَلَا يَنَامُ غَالِبًا وَلَا يَشْرَبُ الْمَاءَ *

“Pakaian yang dipakainya adalah jubah dari berbahan bulu, kepalanya ditutupi secarik kain, berjalan tanpa sandal saat melintasi tempat-tempat berduri di tanah terjal. Yang demikian itu dilakukan Kanjeng Syaikh karena tidak menemukan sandal. Sementara makanannya adalah buah buahan yang masih dipohon, sayuran yang sudah dibuang, serta daun rerumputan yang berada di tepian sungai. Namun, lebih seringnya, Kanjeng Syaikh lebih banyak tidur dan tidak minum”.

Setidaknya ada 13 jenis keilmuan yang beliau pelajari setiap harinya. Berikut dikatakan oleh Syaikh Abdul Karim Al-Barzanji:

وَكَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقْرَأُ فِي ثَلَاثَةَ عَشَرَ عِلْمًا التَّفْسِيرَ وَالْحَدِيثَ وَالْخِلَافَ وَالْأُصُولَ وَالنَّحْوَ وَالْقِرَاءَةَ وَغَيْرَ ذَلِكَ

Syekh Abdul Qadir Al-Jilani tiap hari mengajarkan tiga belas macam ilmu yaitu: Tafsir Al-Qur’an, Hadits, ilmu Khilaf, ilmu Ushul yakni Ushulul Kalam/Ushulul Fiqih, ilmu Nahwu, ilmu Qira’ah/Tajwid, ilmu Huruf, ilmu Arudl/Qawâfi, ilmu Ma’âni, ilmu Badi’, ilmu Bayan, Tashawuf/Thariqah. ilmu Manthiq, dan sebagainya.

Beliau Kanjeng Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani wafat pada 11 Rabiuts Tsani 571 H pada usia 91 tahun. Setiap malam tanggal sebelas bulan Rabiuts Tsani diselenggarakan Haul Akbar Kanjeng Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani di PP Darul Ubudiyah Raudlatul Muta’alimin Jatipurwo Surabaya.

Peran Sosial Kanjeng Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani

Kanjeng Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani telah banyak menyampaikan pesan-pesan kebaikan. Banyak secara lisan dalam majlis pengajian maupun dalam tulisan.

Pengajian Kanjeng Syaikh biasa diselenggarakan pada Ahad pagi sebagaimana Kitab Futuhul Ghaib menjelaskannya.

Selain penyampaian lisan dan tulisan, Kanjeng Syaikh juga memberikan tuntunan. Beliau mentauladankan untuk lebih banyak berkhidmah kepada orang-orang yang tak berpunya.

Dalam bersosialisasi, beliau cenderung menghindari para pejabat dan orang-orang kaya. Beliau lebih sering membersamai orang-orang papa, bahkan membersihkan pakaian mereka.

Berikut disampaikan oleh Syaikh Abdul Karim Al-Barzanji:

وَكَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مَعَ جَلَالَةِ قَدْرِهِ وَبُعْدِ صِيْتِهِ وَعُلُوَ ذِكْرِهِ يُعَظِمُ الْفُقَرَاءَ * وَيُجَالِسُهُمْ وَيَفْلِي لَهُمْ ثِيَابَهُمْ *

Kanjeng Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani mempunyai derajad tinggi. Namanya harum ke mana-mana. Terkenal mau menghormati fakir miskin, menemani duduk mereka, membersihkan sendiri kutu-kutu yang ada di pakaian mereka.

Ajaran Kanjeng Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani

Ada banyak ajaran Kanjeng Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani. Baik yang didokumentasikan dalam kitab tentang biografi sendiri, maupun yang beliau tauladankan.

Bahwa biografi Kanjeng Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani adalah bersumber dari kitab manaqib

Berikut kami sampaikan sedikit di antara ajaran Kanjeng Syaik Abdul Qodir Al-Jilany:

Tidak jatuh karena cobaan

Sebagai figur spiritual, Kanjeng Syaikh sering untuk mengingatkan agar tidak mudah untuk terjatuh karena cobaan.

لَا تَخْتَرْ جَلْبَ النَّعْمَاءِ وَلَا دَفْعَ البَلْوَى * فَإِنَّ النَّعْمَاءَ وَاصِلَةٌ إِلَيْكَ بِالْقِسْمَةِ اسْتَجْلَبْتَهَا أَمْ لَا * وَالْبَلْوَى حَالَةً بِكَ وَإِنْ كَرِهْتَهَا * فَسَلِّمْ لِلَّهِ فِي الكُلِّ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ * فَإِنْ جَاءَتْكَ النَّعْمَاءُ فَاشْتَغِلْ بِالذِّكْرِ وَالشَّكْرِ *

Syekh Abdul Qadir Al-Jilany berkata: Janganlah engkau hanya inginkan kenikmatan dan menolak cobaan. Sungguh kenikmatan pasti datang kepadamu sesuai takaran Allah, baik engkau mengupayakannya maupun tidak. Demikian pula cobaan, meskipun kau membencinya, pasti akan datang kepadamu. Maka serahkanlah segala urusan kepada Allah, yang melakukan apa pun yang Dia kehendaki.

Bersabar dan bersyukur

فَإِنْ جَاءَتْكَ النَّعْمَاءُ فَاشْتَغِلْ بِالذِّكْرِ وَالشَّكْرِ * وَإِنْ جَاءَتْكَ البَلْوَى فَاشْتَغِلْ بِالصَّبْرِ وَالْمُوَافَقَةِ وَإِنْ كُنْتَ أَعْلَى مِنْ ذَلِكَ فَالرِّضَا وَالتَّلَذُّدُ * وَاعْلَمُوا أَنَّ البَلِيَّةَ لَمْ تَأْتِ الْمُؤْمِنَ لِتُهْلِكَهُ * وَإِنَّمَا أَتَيْهُ لِتَخْتَبِرَهُ *

Tatkala kenikmatan datang menghampirimu, sibukkanlah diri dengan mengingat Allah dan bersyukur. Sementara bila cobaan yang datang, sibukkanlah diri dengan kesabaran dan kesadaran. Kemudian, jika engkau ingin mendapat tempat yang lebih tinggi lagi dari semula, maka kau harus rida dan berusaha menikmati ujian. Ketahuilah bahwa ujian turun bukan untuk membinasakan orang mukmin, tetapi untuk mengujinya.

Jangan asal membenci

إِيَّاكُمْ أَنْ تُحِبُّوْا أَحَدًا أَوْ تَكْرَهُوهُ إِلَّا بَعْدَ عُرْضِ أَفْعَالِهِ عَلَى الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ * كَيْلَا تُحِبُّوْهُ بِالْهَوَى وَتَبْغُضُوْهَ بِالْهَوَى *

Syekh Abdul Qadir: Berhati-hatilah kalian! Jangan sampai mencintai atau membenci seseorang, kecuali setelah menimbang perbuatan-perbuatannya dengan ketentuan Al-Qur’an dan Sunnah. Tujuannya agar kalian tidak menyukai atau membencinya karena hawa nafsu.

Berikut tulisan singkat tentang Kanjeng Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani yang bisa kita ambil pelajaran dan hikmahnya. Semoga kita digolongkan sebagai murid-muridnya, serta mampu menauladani dan mengamalkan ajarannya. Aamiin

Salman, Abu Darda’ dan Seorang Perempuan

Salman al-Farisi ra. ingin menikahi seorang perempuan dari Bani Laits. Ia meminta Abu Darda’ ra. – sahabatnya yang juga keluarga perempuan itu – untuk meminangkan perempuan itu untuk dirinya.

Abu Darda pergi menemui keluarga perempuan tersebut. Ia bercerita kepada mereka tentang keutamaan Salman sebagai sahabat senior yang lebih dulu masuk Islam. Setelah itu, barulah ia utarakan maksud ke datangannya untuk meminang anak perempuan mereka untuk Salmån.

Keluarga perempuan itu menjawab, “kami tidak akan menikahkan anak perempuan kami kepada Salmân. Tapi, kami akan menikahkannya denganmu!”

Abú Darda’ pun menikah dengan perempuan itu. Tak lama setelah peristiwa itu, ia pulang dan menemui Salman.  Ia berkata, “Sesuatu telah terjadi, tapi aku malu menceritakannya kepadamu.” Melihat Abu Darda’ tampak tak nyaman, Salman pun bertanya, “apa itu, Abu Darda’?”

Abu Darda’ pun menceritakan peristiwa itu. Mendengar itu, Salman berkata, “Mestinya aku yang lebih malu karena meminang seorang perempuan yang ternyata Allah takdirkan untukmu.”

Sumber: Shifatu al-Shofwah Juz I hlm 204

Kehati-hatian Abu Bakar ra.

Abu Bakar al-Shiddiq ra. memiliki seorang budak yang bekerja untuk mencari nafkah baginya. Pada suatu malam, budaknya itu menyuguhinya makanan. Lalu Abu Bakar memakannya sesuap.

Budaknya itu pun bertanya, “Mengapa engkau bertanya kepadaku di setiap malam (tentang makanan), tetapi kamu tidak bertanya kepadaku pada malam ini?” Abu Bakar menjawab, “Karena aku sangat lapar.” Ia pun lalu bertanya, “Darimana kamu memperoleh makanan ini?”

Budak itu menjawab, “Dahulu aku pemah berpapasan dengan suatu kaum di masa jahiliyah, lalu aku melakukan jampi-jampi kepada mereka, dan mereka berjanji untuk memberiku sesuatu. Nah, hari ini aku bertemu dengan mereka lagi, dan ternyata mereka sedang mengadakan pesta sehingga mereka pun memberiku makanan ini.”

Abu Bakar berkata, “Kamu menyaris menghancurkanku.” Kemudian Abu Bakar memasukkan tangannya ke tenggorokannya agar muntah. Namun, makanan itu tidak kunjung keluar. Lalu seseorang berkata kepadanya, “Makanan itu tidak bisa keluar kecuali dengan air.”

Abu Bakar pun meminta diambilkan sebaskom air dan meminumnya hingga muntah. Lalu seseorang berkata, “Semoga Allah merahmatimu. Semua ini hanya demi sesuap makanan?” Abu Bakar menjawab, “Seandainya sesuap makanan ini tidak bisa keluar kecuali bersama nyawaku, niscaya tetap aku keluarkan. Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Setiap jasad yang tumbuh dari makanan yang haram, maka neraka lebih pantas untuknya’. Karena itu, aku takut ada bagian dari tubuhku yang tumbuh dari sesuap makanan ini.”

Sumber: Hilyatu al-Auliya’ Juz I hlm 30